Kamis, 27 Juni 2013

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Ilmu merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk mengenal tuhan yang maha esa, ia merupakan sebuah lentera bagi umat manusia dalam kegelapan, juga pelepas dahaga dalam kehausan,betapa tidak,  dengan ilmu manusia dapat mengenal diri dan tuhannya, dengan ilmu pula manusia dapat berbagi kepada insan lain bagai mana cara mengenal tuhannya, dan sudah barang tentu manusia tersebut terjamin hidup dan matinya ada dalam keharibaan Allah SWT.
Pencari ilmu memiliki berbagai keutamaan, diantaranya mereka akan mendapat jaminan dari Allah SWT, bahwa ia akan dipermudah jalannya  menuju surga oleh Allah SWT, baru saja ia keluar dari rumahnya ia akan mendapatkan pahala besar seperti pahala haji, permohonan ampun  dari segala hal didunia tak terkecuali, dan berkah yang diberikan oleh Allah SWT. Hal itu tidak lain adalah merupakan sebuah kekuatan ilmu dalam meninggikan subjuctivitas pemiliknya.
Ahli ilmu disebut sebagai Al-ulama, ia merupakan title bagi seseorang yang telah memahami ilmu-ilmu Allah, dan dengan ilmunya tersebut ia dapat lebih dekat dengan Allah swt. Kehormatan besar bagi siapa saja yang telah mendapatkan title ulama karena terdapat sebuah hadits yang menyebutkan ورثةالانبياء العلماءulama adalah pewaris para nabi, sedangkan tak ada lagi tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkatan kenabian maka begitupun tak adalagi tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkatan para Ulama.
Namun tidak mudah untuk mendapatkan title tersebut, masih terdapat berbagai syarat yang harus dilalui salah satu diantaranya adalah Amal, seseorang telah akan mencapai tingkatan ulama apabila ia telah mengamalkan ilmunya lebih-lebih ia menyalurkannya pada orang lain. Terdapat beberapa posisi dan kelebihan yang dijanjikan oleh Rasulullah kepada Ahli warisnya yakni para Ulama. Dan hal itu telah terangkum dalam makalah ini yang merupakan teala’ah dari kitab Adabul ‘Alim walmuta’allim .
B.     Rumusan masalah
a.       Apakah keutamaan mencari ilmu?
b.      Seberapa pentingkah Amal sebagai syarat mutlak untuk mendapatkan gelar Ulama?
c.       Apakah makna implisit dan explisit dari Ulama sebagai pewaris para nabi?
d.      Keutamaan apakah yang di garansikan kepada para Ulama?

C.    Tujuan dari pembahasan
Point-point diatas yakni agar kita dapat mengetahui Apakah keutamaan para pencari ilmu serta seberapa urgen posisi amal bagi para penuntu ilmu dan orang yang berilmu agar mendapat gelar Al-Ulama beserta tingkatannya?













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Keutamaan Mencari Ilmu
Ilmu merupakan sebuah substansi pokok yang harus di cari dan di asah, sebagaimana hadits Rasul  طلب  العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam laki-laki dan perempuan,keberadaanya menuai berkah dan hasanah, setiap insan didunia diwajibkan untuk mencarinya dan menjadikannya sebagai pedoman, ranah kewajiban mencarinya berpusat pada ilmu Agama sebagai ilmu yang bersifat fardhu a’in, sedangkan yang lainnya digolongkan pada fardu kifayah.
Dalam kamus besar bahasa arab disebutkan bahwa pencari ilmu adalah الطالب yang merupaakn isim fa’il dariطلب   يطلب طلباyang bermakna mencari,  menuntut, meminta sesuatu. Lebih spesifik kepada para penuntut atau pencari ilmu maka kamus bahasa menggabungnya dengan kata العلم yang makna spesifiknya adalah siswa,siswi , mahasiswa atau mahasiswi, sedangkan bahasa salafnya dikenal dengan sebutan santri.
Berbicara kewajiban mencari ilmu dan keutamaan mencarinya, adabul alim muta’allim serta ta’limul mutaallim sebagai kitab yang dikenal sebagai kitab kode etik (panduan) santri di pesantren mengutip beberapa hadits Rasulullah yang menerangkan tentang keutamaan-keutamaan mencari ilmu baik yang bersifat dunyawiah ataupun ukhrawiyah, salah satunya adalah :
و طالب  العلم يستغفر له كل شيء حتى الحوت في البحر
“Orang yang mencari ilmu itu akan dimintakan ampun oleh setiap sesuatu yang ada dimuka bumi ini sampai ikan-ikan yang berada di lautan”
Dari hadits di atas dapat kita ambil gambaran bahwa para pencari ilmu akan dimohonkan ampun oleh segala sesuatu didunia ini tak terkecuali, hingga ikan-ikan dilautan, hadits lain menyebutkan :من سلك طريقا يطلب فيه علما سلك الله بهطريقا من طرق الجنة
Barang siapa yang menempuhsuatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mempermudahkan jalannya kesurga.
Makna At-thariq diatas dapat dimaknai dua substansi pertama sebagai jalan secara konkrit yakni pertama, bermakna jalan yang diinjak oleh kaki, seperti orang yang pergi dari rumahnya  ke sekolah/universitas untuk menuntut ilmu.
Kedua, bermakna jalan dalam arti abstrak yaitu mencari ilmu dengan membaca buku, internet, mendengar ceramah radio dll., tanpa harus keluar dari rumahnya (syarahRiyâdh al-Shâlihîn, Muhammad al-Utsaimin
Suatu bukti nyata bahwa ilmu memiliki kekuatan yang nyata dalam meninggikan derajat para pemiliknya, betapapun seseorang baru keluar dari rumahnya melangkah untuk mencari ilmuAgama maka adalah sebuah garansi yang nyata dari Allah bahwa ia akan dijamin akan dimudahkan jalannya menuju surga, bagaimana jika seseorang mencari ilmu terus menerus dan  secara berkesinambungan? Ada berapakah pahala yang akan Allah lipat gandakan atasnya.
Sebagai bukti pendukung dari steatment ini,  kitab ‘Adabul ‘alim wal mutaallim mengutip pula beberapa hadits yang mendukung atas utamanya para pencari ilmu, diantaranya:
من غدا إلى المسجد لا يريد إلا أن يتعلم خيرا أو يعلمه كان له كاجر حج تام
Barang siapa yang berangkat pergi di pagi hari untuk kemasjid, sementara dia tidak menghendaki sesuatu kecuali untuk mempelajari kebaikan atau untuk mengajarkan kebaikan, maka berhak memperoleh pahala seperti pahalanya orang yang melakukan ibadah haji secara sempurna”.
من غدا لطلب العلم صلت عليه الملائكة وبورك له في معيشته
Barang siapa berangkat pergi di pagi hari dengan tujuan mencari ilmu, maka para malaikat akan mendo’akannya dan diberkahi kehidupannya“.
Hadits diatas semakin  memperjelas posisi para pencari ilmu, yang mana Allah memberikan beberapa posisi tinggi dan reward yang berlimpah bagi mereka,baik pada saat mereka baru memulai langkah untuk mengenyam sebuah pendidikan ataupun setelah mereka mendalaminya, hal itu mengapa posisi para ulama hampir disetarakan dengan posisi Rasulullah, dikarenakan jasa-jasanya dan pengabdiannya terhadap ilmu pengetahuan. Bayangkan seseorang yang dengan tulus mencari ilmu tanpa diwajibkan untuk mendapatkannya saja sudah mendapatkan ribuan pahala bahkan tak terhitung adanya, bagai mana dengan para ulama yang senantiasa berkecimpung dalam dunia pendidikan yang tak hanya menjadi pencari namun sebagai pemberi dan penyebar dengan beberapa pengorbanan yang mereka tempuh, maka mampukah kita menghitung pahala mereka?.
B.        Amal Sebagai Syarat atas Gelar Ulama.
Ilmu tanpa amal bagai pohon tanpa buah (العلم بلا عمل كشجر بلا ثمر), begitulah pepatah Arab menyebutkan , sesuatu yang dianggap percuma jika seseorang berilmu namun ilmunya  hanya dijadikan sebagai koleksi semata tak ada niatan untu mengamalkan, baik untuk dirinya sendiri lebih-lebih pada orang lain, maka hal itu sama saja seperti sebuah pohon yang tinggi menjulang dan rindang tapi tidak berbuah sehingga sedikit kemanfaatannya bahkan cenderung tidak ada.
Seseorang akan mendapatkan gelar Al-Ulama apabila ia telah melewati fase ini karena definisi Ulama secara Umum adalahالعالم من عمل بعلمهم Seorang ulama adalah mereka yang melakukan segala sesuatu berdasarkan ilmunya, atau orang yang mengamalkan ilmunya, telah jelas sekali bahwa seseorang akan mendapatkan gelar Ulama apabila ia telah mengalami fase Amal, baik mengamalkan untuk dirinya sendiri ataupun menyebarkannya pada orang lain, mengamalkan pada diri sendiri dalam artian “ia” melakukan tindakan dengan mengamalkan ilmunya, sedangkan mengamalkan bagi orang lain dalam artian “ia” menyebarkannya,dan tidak menjadikan ilmunya sebagai koleksi semata. Allah sangat membenci orang-orang yang menyembunyikan lmu, sebagaimana hadits dari ibnu majjah berikut :
من كتم علما الجمه الله بلجام من النا ر  
Barang siapa yang menyembunyiakan ilmu, Allah akan mengekang dengan kekangan berapi”.
Seorang ulama terjauh dari ancaman hadits diatas karena ia akan senantiasa mengamalkan ilmunya, baik bagi dirinya sendiri ataupun terhadap orang lain.
Amal merupakan ujung ilmu, karena Amal merupakan buah dari ilmu tersebut, sebagaiana disebutkan dalam hadits nabi :
ة فمن ظفر به سعد ومن فاته خسروغاية العلم العمل به لاءنه ثمرته  وفاءدة العمر وزادالاخر
Batas dari ilmu itu adalah amal,karena ia merupakan buah darinya, dan faidah umur serta penambah bekal untuk akhirat, barang siapa berhasil mendapatkannya maka ia akan bahagia, barang siapa yang gagal maka ia merugi”
Dari hadits diatas dapat kita petik bahwa umal merupakan sebuah urgensi yang mengiringi kehadiran ilmu, ilmu no scene tanpa adanya feedback dari amal. Selain sebagai buah dari ilmu, amal juga membantu kita dalam rangka memperpanjang umur kita, memperpanjang bukan dalam artian memanjangkan waktu satu hari menjadi dua hari namun memanjangkan manfaat didalamnya, sehingga satu hari seakan-akan menjadi seratus hari, hal ini disebabkan karena kita menggunakan satu hari tersebut dengan amal-amal perbuatan yang sesuai dengan ilmu Allah swt.
C.    Ulama Sebagai Pewaris Para Nabi.
Ulama adalah sosok sentral dalam dunia pendidikan islam, dimana kedudukannya hampir disamakan dengan posisi Rasulullah saw, ulama mendapatkan gelar tertinggi yang sakral di antara para hamba-hamba Allah, hal itu tidak lain adalah karena pengabdiannya atas ilmu dan ilmu tersebut dapat mebawa hikmah bagi yang mengikutinya untuk mengenal Allah swt lebih jauh lagi, Rasul bersabda bahwa posisi ulama adalah posisi puncak dari posisi hamba-hamba Allah yang bertaqwa,dimana dalam posisi inilah segala hal akan diperoleh,keagungan, kemulyaan, kebangsawanan dan kebanggaan diri tertancap didalamnya, sehingga seorang Ulama akan tercukupi dengan gelar tersebut, sebagaimana hadits Rasul:
ألعلماء ورثة الأنبياء , وحسبك بهذه الدرجات مجدا وفخرا وبهذه الرتبة شرفا وذكرا, وإذا كان لا رتبة فوق النبوة فلا شرف فوق شرف الوراثة لتلك الرتبة
”‘Ulama’ adalah pewaris para Nabi, cukuplah bagimu dengan derajat ini untuk memperoleh sebuah keagunaan dan kebanggaan diri.Dan (cukuplah bagimu) dengan tingkatan ini untuk memperoleh kemuliaan dan panggilan yang agung.Ketika sudah tidak ada lagi tingkatan di atas tingkat kenabian, maka tidak ada satupun kemuliaan yang melebihi kemuliaan warisantingkatan tersebu”.

Hadits diatas menggambarkan betapa mulianya seorang Ulama dalam perspektif islam ketika kita tahu bahwa, mereka dianggap sebagai pewaris para nabi, sehingga keagungan yang mereka miliki hamper disamakan dengan keagungan Rasul atas manusia. Namun perlu digaris bawahi bahwa waris disini bukan mengarah terhadap harta ataupun kekuasaan, akan tetapi lebih mengarah kepada tanggung jawab dalam menyebarkan ilmu, didalam hadits lain di jelaskan :
ان الانبياء لم يورثوا دينارا ولا درهاما وانما ورث العلم فمن اخذه اخذ بحظ وا فر
Ulama adalah pewaris para nabi, mereka(para nabi)tidak mewariskan dinar atau dirham akan tetapi mereka mewariskan ilmu, barang siapa yang mengambilnya (ilmu)maka sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat besar[1].

D.    Makna Implisit dan Explisit dari Ulama Sebagai Pewaris Para Nabi.
Dalam hal ini makna implisit dari ulama adalah bahwa bagaimana makna kata ulama secara ketatabahasaan yakni kata Ulama secara bahasa adalah bentuk jamak dari kata ‘aalim yang berupa isim faildari kata dasar ‘ilmu yang berarti orang yang berilmu. Jadi, kata ulama memiliki arti sebagai orang-orang yang mempunyai ilmu.Namun Ulama di sini dititik tekankan kepada orang-orang yang mencari ilmu lantas mereka juga mengamalkan ilmu yang dimiliki. Dengan cara diajarkan kepada orang dengan rasa penuh keikhlasan yang memantapkan niat untuk semata-mata melakukannya di jalan yang diridhoi Allah SWT saja. Akan berbeda jika kemudian membahas tentang bagaimana makna eksplisit ulama itu sendiri.dalam hal ini kita akan melihat seperti apa dan bagaimana ulama secara keseluruhan berikut tentang pandangan-pandangan muslim tentang apakah ulama itu.
Apabila kita mengacu pada ungkapan hadits: al-‘ulama’ waratsatu al-anbiyaa’ (ulama’ merupakan pewaris para nabi) ditambah dalil perintah dalam al-Qur’an: Athii’uu Allaaha wa athii’uu al-Rasuul wa ‘uli al-amri minkum (taatlah kalian pada Allah dan Taatlah kalian kepada Rasul dan taatlah pada ulil amri kalian) tentu dalil ini dapat dijadikan hujjah akan keharusan umat untuk taat pada ulama. Namun apabila kita melihat fenomena ketidaktaatan ummat tersebut diatas, bisa saja muncul dugaan bahwa ulama telah ditinggalkan atau sudah tidak dipercaya lagi oleh ummatnya, sehingga masing-masing mengambil jalannya sendiri.
Selain itu, tidak dapat dipungkiri bahwa ketidak percayaan atau ketidak taatan ummat kepada ulama tersebut bertumpu pada permasalahan legitimasi/otoritas dan ketaatan. Apakah orang-orang yang bergelar Kyai, KH atau Ustadz dalam masyarakat adalah orang-orang yang mempunyai kapasitas sebagai ulama?  Berkaitan dengan ketaatan masyarakat, tentunya tidak lepas dari persepsi mereka (baik masyarakat maupun ulama’) terhadap eksistensi lembaga ulama itu sendiri. Namun berbeda halnya ketika kita meyaksikan bagaimana pendapat masyarakat yang pedalaman atau yang tinggal di sebuah perdesaan. Mereka mungkin akan lebih mempercayai adanya ulama tersebut. Karena dalam hal ini tingkat kepercayaan mereka terhadap agama bisa dibilang lebih dari pada orang yang hidup di perkotaan dan lebih dekat terhadap urusan dunia.
Kemudian jika kita bicara tentang makna implisit serta eksplisit ulama sebagai pewaris para nabi, maka kita seharusnya juga akan melihat seperti apa sifat-sifat para nabi (Shiddiq, Amanah, Tabligh, fathanah), bagaimana perilaku para nabi dan karakteristik lainnya. Sehingga ada beberapa karakteristik yang telah didapat oleh peneliti dari masyarakat muslim. Yakni para ulama adalah seharusnya:
·         Ilmunya tidak dibuat mencari syarat dunia.
·         Ucapannya sama seperti perbuatannya.
·         Melakukan perbuatan terlebih dahulu perbuatan yang akan ia perintahkan.
·         Ketika mencegah seseorang melakukan maka ia mencegah terlebih dahulu.
·         Faham penuh akan  ayat-ayat Al-Qur’an,
·         Mengajar kitab-kitab salaf: fiqh, tajwid, tauhid dsb;
·         Mempunyai halaqoh/kelompok pengajian;
·        Melaksanakan rukun-rukun Islam;
·        Kehidupan rumah tangganya damai, dan anggota keluarganya hidup dalam bingkai norma agama;
·        Senantiasa berdzikir dan ber-istighfar (memohon ampunan);
·        Harus bisa menjadi panutan bagi pengikutnya atau masyarakat;
·        Harus bisa memberi solusi atas problem kehidupan masyarakat/pengikutnya;
·        Harus bisa amar ma’ruf nahi munkar;
·        Ulul albab (orang yang selalu berdzikir dan memikirkan ayat-ayat Allah);
·        Dicintai oleh Allah (menjadi kekasih Allah), menjadi Waliullah;
Demikianlah beberapa karakteristik yang menurut masyarakat muslim seharusnya dimiliki oleh seorang ulama.
E.     Keutamaan-Keutamaan Para Ulama
Seperti yang telah disebutkan di dalam kitab ‘Adabul ‘alim wal-mutaallim, bahwa ada beberapa keutamaan yang akan digaransikan kepada orang yang memiliki ilmu serta mengamalkannya (ulama) baik di dunia maupun diakhirat, di dunia ia akan memiliki keutamaan-keutamaan mendekati keutamaan seorang nabi yaitu serta para ulama memiliki gelar sebagai pewaris para nabi, juga kedudukannya disamakan seperti kedudukan nabi, sebagaimana hadits rasul افضل العالم على العابد كفضلي على ادناكمkeutamaan para ulama bagai keutamaanku atas kalian semua”, subhanallah,,, sungguh besar kesempurnaan para ulama, ketika seorang Rasul mengakui akan ketinggian derajatnya.
Selain dari itu dosa-dosanya akan diampuni sampai ikan-ikan di lautpun akan ikut mendoakan, akan disejahterakan/diberkahhi hidupnya, dan akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala ibadah haji manusia yang mabrur/ sempurna.

Terdapat  beberapa pendapat para ulama mengenai hal ini yakni :
Abu Muslim Al-Khaulani rahimahullah berkata : “Para ulama di muka bumi seperti bintang-bintang di langit. Bila bintang-bintang itu tampak, maka orang-orang mengambil petunjuk dengan bintang-bintang itu. dan bila bintang-bintang itu tidak terlihat oleh mereka, mereka menjadi bingung”
Abul Aswad Ad-Duali rahimahullah berkata : “Tidak ada sesuatu yang lebih mulia dari ilmu. Para raja adalah hakim atas manusia sedangkan para ulama adalah hakim atas raja-raja”.
Wahab bin Munabbih rahimahullah berkata : “Akan lahir dari ilmu : kemuliaan walaupun orangnya hina, kekuatan walaupun orangnya lemah, kedekatan walaupun orangnya jauh, kekayaan walaupun orangnya fakir, dan kewibawaan walaupun orangnya tawadhu”.
Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata : “Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah Subhaanahu wa Ta’ala adalah orang yang kedudukannya berada di antara Allah dan hamba-hamba-Nya. Mereka adalah para nabi dan para ulama”[2].
Imam As-Syafi’i rahimahullah berkata: “Bila yang disebut wali Allah itu bukanlah para ulama, aku tidak tahu siapa lagi yang dimaksudkan dengan wali Allah itu.”
 Imam As-Syatibi rahimahullah berkata: “Telah tsabit (sah) dalam pokok agama ini bahwa orang alim di kalangan manusia itu menduduki posisi nabi (dalam membina umat), dan para ulama adalah pewaris nabi-nabi.
Sufyan Ibnu ‘Uyainah berkata: “Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah adalah orang yang kedudukannya di antara Allah dan para hambaNya, mereka adalah para nabi dan para ulama.” At-Tastari berkata: “Barangsiapa yang ingin mengetahui majelisnya para nabi, lihatlah majelisnya para ulama, seperti itulah majelis mereka.”
Hasan Al-Bashri berkata: “Ulama itu bagaikan air, di mana mereka berada di situlah mereka memberi manfaat bagi manusia.” Hasan Al-Bashri juga berkata: “Andai tidak ada ulama yang membimbing, niscaya manusia akan berperilaku layaknya hewan.”Sa’id bin Jabir ditanya: “Apa ciri-ciri keruntuhan manusia?” Ia menjawab: “Jika para ulama di tengah-tengah mereka telah hilang, runtuhlah para manusia.” Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan orang-orang yang memiliki lisan yang jujur di kalangan umat ini, yang dengannya mereka disanjung dan dihormati di tengah masyarakat, merekalah para ulama pembawa hidayah, kesalahan mereka sangat sedikit dibandingkan kebenaran yang mereka sampaikan”[3].

Dari beberapa paparan diatas sudah merupakan keyword bagi kita untuk emngakui keutamaan para lama didunia yang penuh dengan rahmat, serta ampunan Allah swt, Sedangkan diakhirat nanti, sudah barang tentu mereka akan memasuki surga naim bersama wali-waliullah yang lain, dan merupakan jaminan Allah swt.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari beberapa pernyataan dan paparan diatas dapat di simpulkan bahwa ilmu dalam kajian subjectif akan dapat mengangkat derajat pemiliknya baik pemilik dalam tingkatan beginner dalam artian masih baru ,memulai mencari ilmu hingga mereka –mereka yang telah bergelut lama dalam dunia pendidikan serta mengamalkan baik bagi dirinya sendiri ataupun terhadap orang lain, atau yang biasa di sebut Al-‘Ulama, namun terdapat beberapa criteria sehingga disebut seorang ulama. Dan ketika seseorang telah mencapai tingkatan ulama maka posisinya hampir disamakan dengan posisi nabi dan keberadaannya dianggap seperti bulan menyinari bintang-bintang.


B.     Saran
Sehingga dapat diharapkan dengan dirampungkannya makalah ini, maka peserta didik baik di kelas A sendiri maupun seluruh peserta didik dimana saja berada dapat memetik butir-butir hikmah yakni berlomba-lomba dalam mencari ilmu, tentunya ilmu yang bermanfaat, agar hidupnya dapat tercerahkan serta mencerahkan, sehingga ia dapat menjadi seseorang yang   اقام بحقوق الله وخقوق عباده. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang berjuang dalam ilmu pengetahuan terlebih ilmu agama, dan mendapatkan rahmat Allah swt.










DAFTAR PUSTAKA

Azzarnuji, Burhanuddin ,Ta’limul muta’allim, Perpustakaan syaikh salim bin sa’id nubhan
Nur Uhbiyati dkk., 1997,  Ilmu Pendidikan Islam I, Bandung: Pustaka Setia,
Asyari, hasyim. Adabul Al_‘Alim Wa-almutaaallim (Pustaka  Al-Islam:Tebbu Ireng Jombang)
Asrori, A.Ma’ruf,1993, Etika BelajarBagi Penuntut Ilmu, (Al-miftah: Surabaya)
Bahreisy, salim, 1990,Tarjamah Riyadhussalihin bab II (PT.Al-ma’arif Bandung)
Ibnu Jamaah Al-Kinani, 2004, Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim,. (Sumber : Majalah As-Syari’ah No.07)



[1] (H.R) Abu Daud no 3642 dan Attirmidzi no.2682 dan dinyatakan shahih oleh Al-abani.
[2] Diambil dari Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim, Ibnu Jamaah Al-Kinani. Sumber : Majalah As-Syari’ah No.07/1425 H/2004 Hal.1.
[3] Dr. Abdullah Al Syurikah, Imam dan Khatib Masjid Ad Duwailah, Kuwait.
BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
                        Islam merupakan agama yg datang dengan hikmah RAHMATAN LIL ALAMIN yg jaya apabila di gunakan dengan tepat sasaran,
Hanya saja ummat muslim   kurang mememenej dan mudah terlena adengan system barat yg menggiurkan, andaikan saja  keterlenaan itu dapat menghasilkan sebuah khazanah islam sudah barangtentu system-syistem barat akan di rekrut dan di jadikan sebagai pedoman competence dalam setiap langkah memajukan islam.
            Pada masa awal Ummat Islam memiliki system pendidikan yg sangat pesat,ummat islam memiliki Pabrik kertas pertama didirikan di Baghdad tahun 800, dan perpustakaan pun tumbuh dengan subur di seluruh negeri Arab (baca: Islam), Direktur observatorium Maragha, Nasiruddin At Tousi memiliki kumpulan buku sejumlah 400.000 buah. Di Kordoba (Spanyol) pada abad 10, Khalifah Al Hakim memiliki suatu perpustakaan yang berisi 400.000 buku, sedangkan 4 abad sesudahnya raja Perancis Charles yang bijaksana (artinya: pandai) hanya memiliki koleksi 900 buku. Bahkan Khalifah Al Aziz di Mesir memiliki perpustakaan dengan 1.600.000 buku, di antaranya 16.000 buah tentang matematika dan 18.000 tentang filsafat, Selain itu dibangun pula badan-badan pendidikan dan penelitian yang terpadu. Observatorium pertama didirikan di Damaskus pada tahun 707 oleh Khalifah Amawi Abdul Malik. Universitas Eropa 2 atau 3 abad kemudian seperti Universitas Paris dan Univesitas Oxford semuanya didirikan menurut model Islam.
            Tak hanya itu saja Para ilmuwan Islam seperti Al Khawarizmi memperkenalkan “Angka Arab” (Arabic Numeral) untuk menggantikan sistem bilangan Romawi yang kaku. Bayangkan bagaimana ilmu Matematika atau Akunting bisa berkembang tanpa adanya sistem “Angka Arab” yang diperkenalkan oleh ummat Islam ke Eropa. Kita mungkin bisa menuliskan angka 3 dengan mudah memakai angka Romawi, yaitu “III,” tapi coba tulis angka 879.094.234.453.340 ke dalam angka Romawi pasti manusia akan kebingungan Jadi para ahli matematika dan akuntan haruslah berterimakasih pada orang-orang Islam,Selain itu berkat Islam pulalah maka para ilmuwan sekarang bisa menemukan komputer yang menggunakan binary digit (0 dan 1) sebagai basis perhitungannya, kalau dengan angka Romawi (yang tak mengenal angka 0), tak mungkin hal itu bisa terjadi.
            Selain itu Al Khawarizmi juga memperkenalkan ilmu Algorithm (yang diambil dari namanya) dan juga Aljabar (Algebra),dan masih banayak lagi tokoh seperti Omar Khayam yg menciptakan teori tentang angka-angka  “irrational” serta menulis suatu buku sistematik tentang Mu’adalah (equation), Albatani dg ilmu astronominya, ibnu zina dengan ilmu kedokterannya,Ar Razi (Razes) dg ilmu kedokterannya pula dan, ilmu fisika, filosof, dan theologinya serta syairibnu rusydi dg filsafatnya
            Dan masih banyak lagi kemajuan yang dicapai oleh ummat Islam di bidang ilmu pengetahuan. Ketika terjadi perang salib antara raja Richard the Lion Heart dan Sultan Saladdin, boleh dikata itu adalah pertempuran antara bangsa barbar dengan bangsa beradab. Raja Richard yang terkenal itu ternyata seorang buta huruf, (kalau rajanya buta huruf, bagaimana rakyat Eropa ketika itu) sedangkan Sultan Saladin bukan saja seorang yang literate, tapi juga seorang ahli di bidang kedokteran. Ketika raja Richard sakit parah dan tak seorangpun dokter ahli Eropa yang mampu mengobatinya, Sultan Saladin mempertaruhkan nyawanya dan menyelinap di antara pasukan raja Richard dan mengobatinya. Itulah bangsa Islam ketika itu, bukan saja pintar, tapi juga welas asih. Jika kita menonton film Robin Hood the Prince of Thieves yang dibintangi Kevin Kostner, tentu kita maklum bagaimana Robin Hood terkejut dengan kecanggihan teknologi bangsa Moor seperti teropong.
             Akan tetapi itu hal itu kini tinggal sejarah.umat islam telah kehilangan ruhnya semua penemuan-penemuan itu kini telah di  kuasai oleh barat sedangkan umat muslim hanya menjadi konsumen belaka, umat di jajah ,Kenyataannya, setelah kurang lebih pada abad ke 15 islam memiliki kemerosotan yg tajam, laut hitam telah menjadi saksi bahwa system pendidikan islam telah di rampas , di injak-injak , di hina, dan di amburadulkan oleh system barat.
             Sungguh sayang kini umat islam hanya dijadikan sebagai boneka-boneka oleh orang barat dan seluruh aspek-aspek umat muslim yg mengutip dari berbagai life style orang-orang barat hanya menjadi sebuah karikatur dan lips service yg tak berguna, khususnya pada dunia pendidkan , islam sebagai agama yg pertama kali mengajarkan sebuah konsep pendidikan di mulai dari pertemaun jibril dengan Muhammad rasulullah di dalam gua hira, yakni turunnya surat al-alq yg berbunyi  اقرء بسم ربك الدى خلق yg berisi sebuah khazanah islam untuk menyelenggarakan system pendidikan dengan tulus atas nama tuhan allah swt.
Pun dalam pandangan Al-Faruqi,seorang cendekiawan muslim yg peduli terhadap pendidikan islam.
            Baginya  pendidikan islam merupakan fenomena yang terburuk di dunia. Dia mensinyalir bahwa pendidikan Barat yang dijiplak di dunia Islam berubah menjadi sebuah karikatur dari prototype Barat. Materi-materi dan metodologi yang kini diajarkan di dunia Islam, hampir secara keseluruhan berkiblat pada Barat, padahal hasil dari jiplakan itu tidak mengandung wawasan yang menyeluruh. menurutnya meteri dan metodologi yang hampa itu terus memberi pengaruh buruk yang mendeislamisasikan siswa, dengan berperan sebagai alternatif-alternatif bagi materi-materi dan metodologi Islam dan sebagai bantuan untuk mencapai kemajuan dan modernisasi (Faruqi, 1984: 16-17).telah menjadi sebuah karikatur barat dan menghilangkan sebuah khzanah islam tersebut.
Seorang Al-faruqi memiliki konsep islamisasi yg di anggap jitu apabila di implementasikan dalam dunia pendidikan.

B.     Rumusan masalah
         Setelah menyajikan sebuah latar belakang di atas penulis memiliki beberapa Rumusan masalah yang patut untuk penulis bahas yakni:
a.       Siapakah Ismail Raji Al-faruqi?
b.      Dimana sajakah letak kekahan dunia islam terhadap pengaruh barat?
c.       Bagaimanakah Pandangan intelektualnya dalam dunia pendidikan islam?
d.      Bagaimanakah solving problem yg di konsep oleh Al-faruqi untuk dunia pendidikan islam(5 tujuan dan 12 langkah jitu)?

C.   Tujuan pembahasan
Tujuan dari pembahasan tersebut agar kita sebagai umat muslim mengetahui siapakah tokoh Ismail raji Al-faruqi? Dan segala bentuk pandangan ,konsep, teori, metode,serta problem solvingnya terhadap dunia pendidikan islam?




BAB 2
PEMBAHASAN
A.   Bibliographi Iismail Raji Al-faruqi.

            Almarhum dr.ismail Al-faruqi (W.1406H/1986 M) Beliau lahir di jaffa palestina tanggal 1921M/1331).
Beliau di kenal secara luas sebagai cendekiawan cekatan dalam ilmu agama islam , ilmu perbandingan agama dan tokoh motivator pendidikan islam dengan system dualisme dan lima rencana kerja islamisasi serta 12 strategi ampuh umtuk mencapai sebuah proses islamisasi pengetahuan.
            Setelah mengenyam pendidikan di tanah kelahirannya palestina beliau melanjutkan studinya dg belajar di sekolah masjid dan sekolah Katolik Prancis, College des Freres (St. Joseph) di Palestina, dan memperoleh gelar sarjana muda di Universitas Amerika Serikat di Beirut (1941). Setelah menjadi Gubernur Galilee pada 1945, dia terpaksa meninggalkan Palestina setelah pembentukan negara Israel pada 1948; kemudian memperoleh gelar master di universitas Indian dan Universitas Harvard serta gelar doktor filsafat dari Universitas Indiana(1952)(Esposito,2001:40-41).
            Pada 1954, dia kembali ke dunia Arab dan mempelajari Islam di Universitas al-Azhar, Kairo. Dia selanjutnya belajar dan melakukan penelitian di pusat-pusat utama ilmu di dunia Muslim dan Barat sebagai guru Besar Tamu Studi Islam di Institut Studi-studi Islam dan di Fakultas Teologi, Universitas McGill (1959-1961), tempat dia mempelajari Kristen dan Yahudi; Profesor Studi-studi Islam di Institut Pusat Riset Islam di Karachi, Pakistan (1961-1963); dan Guru Besar Tamu untuk sejarah Agama-Agama di Universitas Chicago (1963-1964)[1].
            Selama 10 tahun dia tampil sebagai seorang Arab ahli waris modernisme Islam dan empirisme Barat, pada akhir 1960-an dan awal 1970-an dia secara progresif berperan sebagai sarjana aktivis Islam
.
            Dengan demikian beliau merupakan cendekiawan muslim kontemporer yang ahli dalampersoalan-persoalan islam, Kristen, dan yudaisme.
            Dr  Al-faruqi, selain  merupakan seorang akademisi yg sangat aktif. selama beberapa tahun menjadi professor tamu untuk keislaman dan selama menjadi mahasiswayang menetap di luar Mc.gill(1958-1961) dan sebagai professor studi keislaman para central institutof islami research,Karachi(1381-1383/ 1961-1963) professor tamu ilmu sejarah dan ilmuagama pada universitas chicago(1383-1884 H), beliau juga pernah menjadi lector kepala ilmu agama pada universitas siracusse, dan lebih hebatnya lagi beliau masih sempat menulis 100 artikel di berbagai jurnal dan majalah ilmiah disamping  menulis buku kurang lebih dua puluh lima buku. Seperti:
            1. On Arabism 4 Jilid. Amsterdam, 1962.
            2. Christian Ethics, montreal, 1967.
            3. “Islam and Modernity: Diatribe or Dialogue?” Journal of Ecumenical Studies,                      1968.
            4. “Islam and Modernity: Problem and Prospectives” dalam The Word in the Third                 World, disunting oleh James P. Cotter, 1968.
            5. Historical Atlas of The Religious of The World. New York, 1974. “Islamizing the              Social Science”. Studies in Islam, 1979.
            6. Islam and Culture, Kuala Lumpur, 1980.
            7. The Role of Islam in Global Interreligions Dependences” dalam Towards a Global             Congress of World’s, disunting oleh Warren Lewis, Barrytown, N.Y. 1980.
            8. Essays in Islamic and Comparative Studies. Washington D.C. 1982. (kumpulan esai          yang disunting oleh al-Faruqi)
            9. Islamization of Knowledge. Islamabad, 1982.
            10. Tawhid: Its Implications for Thought and Life. Herndon, 1982
            11. Trialog tiga agama besar,hijrah di abad modern, serta karya monumentalnya     yakni The Cultural Atlas Of Islam, yang merupakan sebuah kerja samanya dengan     istrinya Dr.lois Lamya al-faruqi.

            Dari beberapa karangan-karangan ini terlihat jelas bahwa ismail raji al-faruqi merupakan sosok ulama yang menaruh perhatian terhadap proses transinternalisasi ilmu dan pelakaksanaan pendidikan.
            Beliau sangat peduli dan selalu memberikan motivasi besar terhadap para pemuda-pemudi agar dapat memiliki  otoritas dan qualitas dalam keilmuan, juga sangat di kenal dengan prinsip serta konsep pendidikannya kentalnya yakni system islamisasi pengetahuan.


A.   Dunia islam dalam pandangan Ismail Raji Al-faruqi.
            Al-faruqi dalam pandangannya memiliki sistem malaise sebagai tanda akan kekalahan besar dan masalah berat yg sedang di alami ummat muslim, dimana ummat muslim di katakana sebagai dunia yg penuh dengan sifat aggressive,destructive, terorise biadab, fanatic, fundamentalist, kuno, menentang zaman dan mengingkari hukum.
Baginya islam telah memiliki beberapa kekalahan telak dengan system barat di antaranya adalah:
1)      System politik-ekonomi dan region kultural.
            Seperti yg telah kita rasakan bersama di kalangan ummat islam , bahwa dunia islam telah terpecah-pecahkekuatan-kekuatan kolonial telah memporak porandakan dunia islam, batas-batas Negara islam telah d tetapkan sedemikiah rupa sehinggaakan menimbulkan friksi-friksi antara satu Negara islam dengan Negara islam lainnya.[2] System pembatasan tersebut menimbulkan sebuah permusuhan di dunia islam sendiri.
           Hal tersebut di perkeruh ketikamusuh telah memasukkan orang-orang asing ke dalam dunia islam agar pertentangan mereka dengan pribum terus terjadi.
           Belum lagi dalam bidang ekonomi yg membuat masayarakat muslim trauma, masyarakat muslim cukup terbelakang produksi mereka cukup rendah sehingga pengimoporan barang tak terelakkan, lagi lagi islam dijajah.
            Semakin merosotlah dunia islam dalam cultural mengingat umat muslim memiliki peran  yg lemah dalm segala bidang dan parahnya lagi kaum muslimin berkaca pada keberhasilan sistem-sistem barat, sehingga tdk dapat di elakkan lagi islam hanya menjadi karikatur barat dalam segala aspek.
dan masih banyak lagi kekalahan yg di alami oleh dunia islam, di antaranya pula dalam dunia pendidikan,penulis akan memaparkan lebih mendalam akan topic tersebut.
B.   Pendidikan Islam Dalam Pandangan Al-faruqi
            Dalam sorotan intelektualnya,Menurut al-faruqi pendidikan di dunia islam adalah yang terburuk, sehubungan islamisasi baik sekolah-sekolah akademi-akademi dan universitas-universitas yg tradisional maupun sekular tidak pernah seberani sekarang dalam mengemukakan teasa-tesa yg tidak islami[3], tidak pernah sebesar sekarang  acuhnya pemuda-pemuda muslim terhadap islam, karena di ciptakan pada masa pemerintahan kolonial[4] , system  pendidikan yg secular ini memegang proporsi yg sangat besardan mencampakkan islam dari bidang ini, pendidkan islamkebanyakannya merupakan usaha swasta yang mendapatkan dana dari masyarakat. Apabila dana Negara tersedia ,maka desakan-desakan untuk sekularisasi di paksakan, dengan dalih modernisasi dan kemajuan.
            Baginya dunia pendidikan  Islam mengalami kekalahan yg cukup fatal ketika system pendidikan islam berevolusi perlahan-lahan menjadi system pendidikan western. Kaum muslimin di bantai, di kalahkan , di rampas kekayaan negrinya,di tipu di peras, di injak-injak, dan di tarik secara paksa ke dalam agama-agama lain dengan bermacam-macam taktik, politik yg licik.
            Pemuda-pemudi islam di cekoki pendidikan western tanpa menyeimbangkan dengan khazanah islam itu sendiri, hal itu merupakan suatu kecerobohan kita selama ini yang membiarkan kaum remaja muslim di didik oleh kaum-kaum missioner atau non-muslim[5]
            Begitu pula dengan tenaga-tenaga pendidik, di universitas-universitas dunia Islam tidak memiliki wawasan (vision) Islam dan tidak didorong oleh cita-cita Islam. Kenyataan ini sudah pasti merupakan bencana yang begitu menyulitkan di dalam pendidikan Muslim. Di setiap negara Islam, para mahasiswa yang memasuki perguruan tinggi dibekali-sehubungan dengan wawasan Islam- dengan pengetahuan yang sedikit sekali mengenai Islam yang mereka peroleh di rumah atau di sekolah dasar dan menengah. Jelas sekali, pengetahuan yang sedikit ini tidak merupakan wawasan dan cita-cita yang dapat diandalkan di masa depan.
            Kekuatan westernisasi, dan skularisasi sebagai akibatnya de-islamisasi para guru dan murid berlanjut terus dengan pasti dan menentukan, di sekolah-sekolah tinggi universitas-universitas[6]. Walaupun demikian tak satupun langkah yg telah kita lakukan untuk penyimpangan tersebut, bahkan pada saat ini keadaannya lebih buruk mengingat perjuangan kita hanya hangat-hangat tahi ayam apabila di bandingkan dengan semangat perjuangan para patriot kemerdekaan.
Dan akan lebih bahaya lagi jika semua itu terjadi pada remaja islam pada abad ini, pengecut lesu, tak berhasrat untuk mendobrak pendidikan yang hanya memberi kebahagiaan kontemporer dan member penderitaan permanent dunia maupun akhirat.
            Oleh karena itu, secara ideologis seorang mahasiswa baru masuk sebagai tabula rasa (masih bersih dari impresi-impresi). Ia boleh masuk dengan beberapa rasa sentimen, tetapi tidak dengan ide-ide. Jelas sekali mereka akan digiring untuk tidak memiliki pertahanan-pertahanan, mereka tidak memiliki wawasan untuk melawan pada level ideasional. Jika mereka lulus, akan menjadi seorang atheis, sekularis, atau komunis sejati, wawasannya mengenai Islam surut ke alam personal, subyektif, dan ketergantungan sentimental kepada famili dan bangsa[7].
C .Islamisasi pengetahuan dalam konsep Al-faruqi
            Sekitar decade 80-an masyarakat dunia di kejutkan oleh gagasan Al-faruqi mengenai islamisasi(baca:kesatuan) ilmu pengetahuan (unity of knowladge)ide ini terkesan radikal karena menyentuh isi terdalam dari kesadaran ke imanan umat islam[8]Sebagai semangat patriotisme beliau terhadap dunia pendidikan islam beliau  memberikan sumbangsih pemikiran berupa konsep islamisasi pengetahuan.
            Di dunia Islam, lahirnya gagasan islamisasi pengetahuan sebenarnya berawal dari gagasan Seyyed Hossen Nasr, yang digelindingkan mulai pada tahun 1968 dengan karya monumentalnya The Encounter of Man and Nature, gagasan ini kemudian menjadi bahan pembicaraan yang penting dalam Konferensi Dunia I tentang Pendidikan Muslim di Makkah pada 1977. Dalam pertemuan itu dua cendekiawan muslim kaliber internasional Syed Naquib al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi, berbicara tentang perlunya membangun suatu epistemologiIslam(Arifin,1996:77).
Munculnya gagasan islamisasi pengetahuan berangkat dari adanya suatu kesadaran teologis dan etis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan atas dasar pandangan dunia Islam[9], setelah disadari paradigma pengetahuan modern banyak mendatangkan dampak negatif terhadap perkembangan peradaban manusia modern.
Motivasi beliau mengadakan konsep islamisasi terhadap pendidikan  tersebutadalah keadaan pendidikan  dunia islam yang akhir-akhir ini semakin terpuruk, maraknya pendidikan sekularisasi dan liberal menjadikan pendidikan carut marut.
            Visi islamisasi yg beliau kemukakan dia antaranya adalah melakukan pensucian terhadap ilmu-ilmu barat yg memiliki banyak dampak negative sedikit terdapat perbedaan dalam menyusun sebuah konsep islamisasi pengetahuan ismail Al-faruqi dengan Naquib al-attas , apabila Naquib al-attas lebih menekankan pada manusianya yakni bagaiamana membawa  pendidik dan peserta didik agar lebih memiliki khazanah islam dengan membekalinya berbagai macam aspek yg di sebut islamisasi, maka tidak dengan Al-faruqi, Al-faruqi mengatakan bahwa sebelum orang islam mengalami kerusakan dan kejumudan, mereka harus mengembangkan , membangun dan mengklarifikasi disiplin-disiplin ilmu modern yg sesuai dg pandangan dunia dan nilai-nilai islam[10].
            Meskipun pendidikan modern tersebut sejatinya adalah milik kaum muslimin karena semenjak Al-quran di turunkan disitulah ilmu pengetahuan yg modern ataupun yg bersifat ortodoks lahir dan pendidikan modern sempat Berjaya pada saat pemerintahan Abbsyiah dan kaum barat merebutnya dengan adanya laut hitam sebagai saksinya namun masa kejayaan dan masa perebutan serta masa pembelajaran kembali pada masa kini adalah berproses sehingga mengindikasikan bahwa ilmu pengetahuan yg di hasilkan oleh kaum muslim terdahulu sudah tidak murni lagi di zaman sekarang sehingga di butuhkannya penyucian, pembersihan dan pemurnian kembali setelah sekian lama “diselewengkan” kembali yakni ketelitian para pemuda dan tokoh islam pada saat sekarang ini , dengan mensurvei, mengkritisi, menganalisis dan menentukan relevansi dan mengcompare antara pengetahuan  islam dan pengetahuan modern Menurut Faruqi, sistem pendidikan Islam yang terdiri dari madrasah-madrsasah dasar dan menengah disamping kulliyah dan jami’iyah pada tingkat perguruan tinggi harus dipadukan dengan sistem sekular dari sekolah-sekolah dan universitas umum.
            Perpaduan ini harus sedemikian sehingga sistem baru yang terpadu itu dapat memperoleh kedua macam keuntungan dari sistem yang terdahulu. Sumber-sumber finalsial negara dan keterlibatan kepada wawasan (vision) Islam,dan lain sebagainya yg telah di kenal dengan dua belas langkah strategis, tak hanya itu pemuda-pemudi islam juga harus di bekali dengan pengetahuan(vision) islam yg kuat dg di adakannya pendidikan budaya islam yg wajib di adakan di berbagai lembaga pendidikan serta tidak membiarkan pemuda-pemudi islam belajar kepada instansi ataupun pendidik non muslim yg pd akhirnya akan mencekoki anak-anak muslim dengan berbagai doktrinissasi sesat.
            Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa ismail raji al-faruqi lebih mengarah pada bagaimana sebuah objek pendidikan itu sendiri di rombak secara besar-besaran dan  dimurnikan  bukan pada subjek guru dan siswa yg di islamisasikan dengan lima sasaran dan dua belas langkah sistematis[11].




C.   lima sasaran dan dua belas langkah islamisasi
a)      Lima sasaran
1)      Penguasaan disiplin ilmu modern
2)      Penguasaan khazanah islam
3)      Penentuan relevansi islam bagi masing-masing bidang ilmu modern
4)      Pencarian sintesa creative antara khazanah islamdengan ilmu modern
5)      Pengarah analiran pemikiran islam ke jalan-jalan yg mencapai pemenuhan pola rencana allah swt.

b)        Dua belas langkah islamisasi.
1)         Penguasaan disiplin ilmu moderen: penguraian kategoris.
           Pendidikan Western yg dapat merusak brain dan mine anak bangsa maupun remaja muslim di dunia harus mendapat perhatian penuh dari pemimpin-pemimpin maupun kaum muslimin yg merasa bahwa pendidikan tersebut sangat berbahaya, sekilas pengetahuan tersebut menggiurkan mengingat kemajuan-kemjauan yg telah di alami kaum barat dalam segala hal dapat di buktikan namun di lain hal islam justru akan di gerogoti secara perlahan-lahan karena telah dengan berani memasuki dunia western yg telah jelas-jelas akan menjadi boomerang bagi kaum muslim nantinya.
           Sehingga problem solvingnya adalah umat islam harus pandai menyiasati dan memotorik sistem kerja dari dunia pendidikan western itu sendiri, seperti metodologi, prinsip-prinsip dll.
Seperti di kutip dalam buku ismail raji al-faruqi. Disiplin ilmu dalam tingkat kemajuannya sekarang di Barat harus dipecah-pecah menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip, metodologi-metodologi, problema-problema dan tema-tema. Penguraian tersebut harus mencerminkan daftar isi sebuah pelajaran. Hasil uraian harus berbentuk kalimat-kalimat yang memperjelas istilah-istilah teknis, menerangkan kategori-kategori, prinsip, problema dan tema pokok disiplin ilmu-ilmu Barat dalam puncaknya[12].
2)       Survei disiplin ilmu. Semua disiplin ilmu harus disurvei dan di esei-esei harus ditulis dalam bentuk bagan mengenai asal-usul dan perkembangannya beserta pertumbuhan metodologisnya, perluasan cakrawala wawasannya dan tak lupa membangun pemikiran yang diberikan oleh para tokoh utamanya. Langkah ini bertujuan menetapkan pemahaman muslim akan disiplin ilmu yang dikembangkan di dunia Barat. sehingga peserta didik terutama remaja islam tidak di buat bingung oleh pendidikan-pendikan tersebut, beruntung jika pendidikan itu adalah murni akan tetapi bagaimana jika pendidikan tersebut adalah doktrin-doktrin yg di samarkan. sehingga umat muslim harus jeli akan hal tersebut.
3)      Penguasaan terhadap khazanah Islam. Khazanah Islam harus dikuasai dengan cara yang sama[13]. sama disini dalam artian menyeimbangkan keduanya , remaja islam tidak hanya diperintahkan untuk mengetahui pengetahuan-pemgetahuan modern dalam ketidak tahuannya dan meninggalkan pendidikan fitrahnya yakni pendidikan islam yg di selaminya, dan penguasaan hazanah islam disini adalah dalam arti mengupas sebuah ontologi warisan pemikir muslim yang berkaitan dengan disiplin ilmu.
4)      Penguasaan terhadap khazanah Islam untuk tahap analisa[14]. Jika ontologi-ontologi telah disiapkan, khazanah pemikir Islam harus dianalisa dari perspektif masalah-masalah masa kini,dalam arti para remaja muslim di harap dapat mengkaji dan melihat sebuah relevansi antara pemikiran-pemikiran cendekiawan muslim dengan kondisi saat ini dan di harap dapat mengatasinya jika terdapat permasalahan di dalamnya.
5)      Relevensi dapat ditetapkan dengan mengajukan tiga persoalan. Pertama, apa yang telah disumbangkan oleh Islam, mulai dari Al-Qur'an hingga pemikir-pemikir kaum modernis, dalam keseluruhan masalah yang telah dicakup dalam disiplin-disiplin moderen. Kedua, seberapa besar sumbangan itu jika dibandingkan dengan hasil-hasil yang telah diperoleh oleh disiplin moderen tersebut. Ketiga, apabila ada bidang-bidang masalah yang sedikit diperhatikan atau sama sekali tidak diperhatikan oleh khazanah Islam, kearah mana kaum muslim harus mengusahakan untuk mengisi kekurangan itu, juga memformulasikan masalah-masalah, dan memperluas visi disiplin tersebut, dengan kata lain remaja islam harus mengkompare antara khazanah islam yg telah tersurat dalam Al-qur’an  dan hadith dengan ilmu-ilmu modern yg sudah barang tentu ilmu-ilmu tersebut juga berasal dari keduanya, sehingga anak didik tidak memberhalakan ilmu-ilmu modern tersebut karena sejatinya islam memang memiliki khasanah tersebut, jikapun memang terdapat sebuah karya ummah yg bersumber pada kedua pedoman pokok tersebut dan masih memiliki sedikit kekurangan  di dalam karangan tersebut di bandingkan dengan ilmu-ilmu modern maka tak lain yg dharus di lakukan oleh kaum intelektual muslim dan  remaja muslim sebagai peserta didik harus mampu menformulasikan pengetahuan-pengetahuan modern tersebut serta perlunya pengoreksian kembali terhadap karya-karya tersebut,apabila sebaliknya, perlu di kembangkan lebih lanjut dan di kristalisasikan secara kreative [15] ke dalam pengetahuan  islam dengan catatan masih ada dalam koridor khazanah islam itu sendiri, lagipula kedudukan islam di masa  kini dan masa mendatanng harrus sinambung dengan hasanah tersebut, bukan perubahan radikal daripadanya.
6)      Penilaian kritis terhadap disiplin moderen. Jika relevensi Islam telah disusun, maka ia harus dinilai dan dianalisa dari titik pijak Islam[16], para remaja muslim tidak di biarkan mempelajari ilmu-ilmu modern tersebut tanpa adanya sebuah analisis yg bersifat kritisi yg dapat menfilter ilmu-ilmu tersebut dan memberikan quota positive terhadap proses pembelajaran.
7)      Penilaian kritis terhadap khazanah Islam. Sumbangan khazanah Islam untuk setiap bidang kegiatan manusia harus dianalisa dan relevansi kontemporernya harus dirumuskan[17].tak jauh berbeda dengan poin E yg meminta agar kaum remaja  harus kritis terhadap ilmu-ilmu modern pun hal itu harus di lakukan pula terhadap khazanah islam sendiri, kaum muslim harus lebih kritis menghadapi fenomena global yg ada dalam kehidupan ummah dan melakukan kritisi ulang terhadap khazanah-khazanah islam yg berhubungan dengan fenomena-fenomena tersebut sehingga di temukan sebuah kesimpualan dan peimkiran baru tentang khazanah islam itu sendiri.
8)      Survei mengenai problem-problem terbesar umat Islam. Suatu studi sistematis harus dibuat tentang masalah-masalah politik, sosial ekonomi, inteltektual, kultural, moral dan spritual dari kaum muslim, sehingga kaum muslim tidak buta akan fenomena- fenomena dunia yg sedang bergejolak, di harapkan ummah juga dapat memberikan sebuah sumbangsih problem solving atas fenomena-fenomena tersebut.
9)      Survei mengenai problem-problem umat manusia. Suatu studi yang sama, kali ini difokuskan pada seluruh umat manusia, harus dilaksanakan, dalam artian menfokuskan pada permasalahn global umat manusia di dunia dan di harapkan para remaja islam maupun para sarjana islam peka terhadap permasalahan-permasalahan tersebut, sehingga umat islam dapat pula membantu memecahkan permasalahan-permasalahan dunia, dan cekatan, tangga, serta kritis menghadapi problema-problema dunia.
10)  Analisa kreatif dan sintesa[18]. Pada tahap ini sarjana muslim harus sudah siap melakukan sintesa antara khazanah-khazanah Islam dan disiplin moderen, serta untuk menjembatani jurang kemandegan berabad-abad. Dari sini khazanah pemikir Islam harus disambungkan dengan prestasi-prestasi moderen, dan harus menggerakkan tapal batas ilmu pengetahuan ke horison yang lebih luas daripada yang sudah dicapai disiplin-disiplin moderen,
11)  Merumuskan kembali disiplin-disiplin ilmu dalam kerangka kerja (framework) Islam. Sekali keseimbangan antara khazanah Islam dengan disiplin moderen telah dicapai buku-buku teks universitas harus ditulis untuk menuangkan kembali disiplin-disiplin moderen dalam terbitan Islam. disiplin ilmu modern di tuangkan kembali kedalam wadah islam sehingga islam dapat menjadi the owner dari ilmu-ilmu tersebut sebagaimana semula dengan melewati islamisasi terlebih dahulu tentunya.
12)   Penyebarluasan ilmu pengetahuan yang sudah diislamkan. Selain langkah tersebut diatas, alat-alat bantu lain untuk mempercepat islamisasi pengetahuan adalah dengan mengadakan konferensi-konferensi dan seminar untuk melibatkan berbagai ahli di bidang-bidang illmu yang sesuai dalam merancang pemecahan masalah-masalah yang menguasai pengkotakan antar disiplin, juga ilmu-ilmu karya pemikir-pemikir islam terebut  di jadikan sebagai kitab atau buku pegangan wajib bagi setiap fakultas, dengan menerjemah terlebih dahulu buku-buku teresebut ke dalam bahasa nasional setaiap negara islam tersebut, selain itu  Para ahli yang membuat harus diberi kesempatan bertemu dengan para staf pengajar. Selanjutnya pertemuan pertemuan tersebut harus menjajaki persoalan metoda yang diperlukan.








BAB 3
PENUTUP
1.     Kesimpulan
Dari seluruh pemaparan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa : DR. Ismail Raji Al-Faruqi adalah salah seorang tokoh yang bersahaja dalam pengembangan pemikiran Islam komtemporer. Gagasan-gagasannya perihal islamisasi sains sangat bermanfaat untuk menjadi solusi dalam rangka memecahkan persoalan yang dihadapi umat Islam. Pengalaman hidupnya yang langsung berhadapan dengan dunia Barat membuat DR. Al-Faruqi mengamati sendiri tekanan-tekanan barat terhadap dunia Islam dan hal ini memunculkan ide-ide untuk menghadapi serangan-serangan tersebut. Idenya tidak terlepas dari konsep tauhid, karena tauhid adalah esensi Islam yang mencakup seluruh aktifitas manusia.
Dalam konteks pendidikan, DR. Al-Faruqi mengusulkan ide islamisasi ilmu dan menelaah kembali paradigma pendidikan Islam selama ini yang mengadobsi sistem filsafat Barat, terutama tentang konsep dikotomi atau sistem dualisme pendidikan. Menurutnya, dikotomi pendidikan mutlak harus dihilangkan diganti dengan paradigma pendidikan yang utuh. Konsep pendidikan Islam yang selama ini ada tidak megacu pada konsep awal tauhid. Jika Islam memandang tujuan pengembangan obyek didik untuk mencapai penyadaran atas eksistensi tuhan (tauhid), maka segala proses yang dilakukan untuk itu idealnya berakar pada konsep tauhid, untuk mencapai lima sasaran strategis yakni:
a.       Penguasaan disiplin ilmu modern
b.      Penguasaan khazanah islam
c.       Penentuan relevansi islam bagi masing-masing bidang ilmu modern
d.      Pencarian sintesa creative antara khazanah islamdengan ilmu modern
e.       Pengarahan Aliran pemikiran islam ke jalan-jalan yg mencapai pemenuhan pola rencana allah swt.
Berbagai langkah-langkah strategis kemudian ia susun dengan konsep dan metodologi Islamisasi pengetahuan. DR. Al-Faruqi memberikan sumbangan berupa gagasan        gagasannya untuk keluar dari krisis kemanusiaan yang terjadi pada manusia modern saat ini. Hingga kini gagasannya tetap menjadi bahan kajian dan perjuangan umat Islam pada abad ini.   semoga para pembaca dapat mengambil manfaat dari penulisan makalah ini.amin yarobb.
Daftar pustaka
Al-faruqi ismail raji, trialog tiga agama  besar islam yahudi Kristen, Surabaya: pustaka progressive.
Al-Faruqi, Ismail Raji, 1984. Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Mahyuddin, Bandung: Pustaka setia.
Ancok, jamaluddin, dkk,1995 psikologo islam ; solusi islam atas  problema-problema psikologi, Yogyakarta:  pustaka pelajar.
Nizar syamsyul, 2002, filsafat pendidikan islam, Jakarta : ciputat press.
Siswanto, 2009,  pendidikan islam dalam perspektif filosofis, stain pamekasan press.
Darwis,jamaluddin,2010, dinamika pendidikan islam,semarang:rasail.
Basri, hasan,2009, filsafat pendidikan islam,bandung: pustaka setia.



[1] Al-faruqi ismail raji, trialog tiga agama  besar islam, yahudi, Kristen, Surabaya pustaka progressive, hlm, 7-8
[2] (Al-faruqi:7)
[3] Al-Faruqi, Ismail Raji. Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Mahyuddin, (Bandung:1984)
[4] Ibid hlm 12
[5]ibidhlm 24
[6] Ibid 13.
[7] www.alfaruqi.net.
[8] siswanto,(stain pamekasan  press:2009)
[9] Basri, hasan, , filsafat pendidikan islam,(bandung:2009)

[10] Nizar syamsyul, filsafat pendidikan islam,( Jakarta:2002) hlm: 127
[11] Ibid ,127
[12] Alfaruqi,(terj:1984) hlm :98
[13] ibid hlm 100
[14] ibid hlm,103
[15] ibid hlm 108
[16] ibid hlm 109
[17] ibid hlm110
[18] Siswanto,  pendidikan islam dalam perspektif filosofis, (stain pamekasan press:2009.

syukron untuk uchty iftitah yang telah membantu merampungkan makalah ini...............